Tuesday, August 30, 2016

MANAJEMEN KEDARURATAN DAN BENCANA “TSUNAMI”



TUGAS
MANAJEMEN KEDARURATAN DAN BENCANA
“TSUNAMI”


 

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
S1 TINGKAT IV SEMESTERVII
Belavista Sunge                     : 711335113003
Christy S. R. Umboh             : 711335113007
Claudio Kanalung                 : 711335113008
Grace Eunike Kristi              : 711335113019
Grifky F. Lasatira                 : 711335113020
Natalia Duan                         : 711335113038
Stevi M. Pamikiran               : 711335113057


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2016


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji & syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan izinnya semata kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menunjang pengetahuan.
Tujuan utama dari penyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas semester genap Mata Kuliah Manajemen Kedaruratan dan Bencana. Meskipun kami telah membuat makalah ini dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran dari Dosen mata kuliah Manajemen Kedaruratan dan Bencana serta teman-teman atau pembaca.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya, Terima kasih.

                       
                                                                                                            Manado, 23 Agustus 2016
Penyusun,
           

Kelompok 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................         i
DAFTAR ISI.............................................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...............................................................................................        1
B.     Rumusan Masalah..........................................................................................        2
C.     Tujuan Penulisan............................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tsunami........................................................................................        3
B.     Penyebab  Tsunami........................................................................................        4
C.     Cara Menghadapi Tsunami............................................................................        7
D.    Historis Tsunami............................................................................................      11
E.     Standar Minimum Kebutuhan Pasca Bencana...............................................      13
F.      Perhitungan Manajemen Bencana Tsunami...................................................      29
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................      32
B.     Saran..............................................................................................................      32
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................      33


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tsunami Mentawai yang terjadi pada 25 Oktober 2010 adalah kategori tsunami earthquake.Ciri dari kategori ini, antara lain guncangan gempa bumi terasa lemah tetapi berlangsung lama (~ 3 menit) dan menghasilkan tsunami cukup besar. Parameter tsunami yang terukur di lapangan, diketahui bahwa ketinggian run up maksimum 12,4 m di Pulau Sibigou, jarak genangan maksimum 450 m di Dusun Malakopa, kedalaman batimetri dekat pantai 2-15 m, dan ketebalan endapan pasir tsunami mencapai 12 cm di Teluk Makaroni. Berdasarkan keterangan dari saksi mata, sebelum tsunami berlangsung indikasinya adalah suara gemuruh dari arah laut dan perilaku burung camar yang mengeluarkan suara yang gaduh.Gelombang tsunami tiba di pantai 5-10 menit setelah guncangan gempa bumi sebanyak 3 sampai 4 kali gelombang.Gelombang yang kedua dianggap paling tinggi.
Pada 25 Oktober 2010, pukul 21:09:22 WIB terjadi gempa bumi dengan magnituda Mw 7,7 mengguncang Kepulauan Mentawai, Suma­tera Barat. Gempa bumi ini berpusat di lepas pantai baratdaya Pulau Pagai, pada koordinat 3,484° Lintang Selatan dan 100,114° Bujur Timur dengan kedalaman 20,6 km di bawah dasar laut (USGS, 2010). Gempa bumi dang­kal ini telah menghasilkan tsunami di sepan­jang pantai Kepulauan Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan, Mentawai dan menewas­kan 448 orang serta merusak fasilitas umum dan rumah penduduk (BNPB, 2010).
Selain mengguncang Kepulauan Mentawai, gempa bumi tersebut juga dirasakan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat dan Bengkulu dengan skala intensitas III MMI.Bahkan guncangan gempa terasa hingga Singapura dan Thailand dengan intensitas yang lebih kecil, (USGS, 2010).

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa itu Tsunami ?
b.      Apa penyebab Tsunami ?
c.       Bagaimana cara menghadapi Tsunami ?
d.      Bagaimanakah histori Tsunami ?
e.       Apa standar minimum kebutuhan pasca bencana ?
f.       Bagaimana cara perhitungan manajemen bencana tsunami ?

C.    Maksud dan Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian Tsunami.
b.      Yntuk mengetahui apa saja penyebab Tsunami.
c.       Untuk mengetahui bagaiman cara menghadapi Tsunami.
d.      Untuk mengetahui histori Tsunami.
e.       Untuk mengetahui standar minimum kebutuhan pasca bencana.
f.       Untuk mengetahui cara perhitungan manajemen bencana Tsunami.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tsunami
Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang:  Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang, secara harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) yang artinya adalah perpindahan badan air  atau gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba (Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995).
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut.Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah.Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya.Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam.Setara dengan kecepatan pesawat terbang.Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter.Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut.Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter.Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai.Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut.Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim.Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.Geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut tsunami sebagai “gelombang laut seismik”.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami.Gelombangnya bisa menggenangi daratan.Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia. Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam.

B.     Penyebab  Tsunami
1.      Skema Terjadinya Tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadinya gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air atau ombak raksasa, letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut.Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya.Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, yang kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas.Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi mega tsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
2.      Penyebab Terjadinya Tsunami
Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya tsunami.  Faktor penyebab terjadinya tsunami itu adalah:
1)      Gempa bumi yang berpusat dibawah laut, meskipun demikian tidak semua gempa bumi dibawah laut berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dibawah laut yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
b.      Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.
c.       Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR
d.      Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atauturun).
2)      Letusan gunung berapi, letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa vulkanik. Tsunami besar yang terjadi padatahun 1883 adalah akibat meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda. Meletusnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada tanggal 10-11 April 1815 juga memicu terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di wilayah ring of fire (sabuk berapi) dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.
3)      Longsor bawah laut, longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara lempeng samudera dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut ini dikenal dengan nama tsunamic submarine landslide.
4)      Hambatan meteor laut, jatuhnya meteor yang berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya tsunami.

3.      Rambatan Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 – 1000km per jam atau setara dengan kecepatan pesawat terbang namun ketinggian gelombangnya hanya sekitar 1 meter. Ketika gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di laut dalam tak menyadari adanya tsunami. Mereka baru mengetahui tsunami telah terjadi ketikatiba di daratan dan menyaksikan kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.

4.      Tanda-Tanda akan Terjadi Tsunami
Tanda-tanda akan datangnya tsunami di daerah pinggir pantai adalah :
a.       Air laut yang surut secara tiba-tiba.
b.      Bau asin yang sangat menyengat.
c.       Dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangatkeras.

C.    Cara Menghadapi Tsunami
1.      Persiapan Menghadapi Tsunami
a)      Mengetahui pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana, Palang Merah Indonesia, Tim SAR. Kenali areal rumah, sekolah, tempat kerja, atau tempat lain yang beresiko. Mengetahui wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang beresiko terkena Tsunami.
b)      Jika melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali hotel, motel, dan carilah pusat pengungsian. Adalah penting mengetahui rute jalan keluar yang ditunjuk setelah peringatan dikeluarkan.
c)      Siapkan kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang mudah dibawa (ransel punggung), di dekat pintu.
d)     Siapkan persediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
e)      Siapkan selalu peralatan P3K lengkap.
f)       Membawa barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian.
g)      Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang berwenang atas penyebaran informasi tentang tsunami.
h)      Jika hanya ada sedikit waktu sebelum dating tsunami, segera mencari pintu dan mencari jalan keluar dari rumah atau gedung dengan segera.
i)        Carilah tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami, atau mengikuti rute dan tempat yang suah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
j)        Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat Anda berada, bila ingin menyelamatkan harta benda carilah yang mudah dan ringan dibawa.
k)      Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat evakuasi. Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama.
l)        Jika tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, cepat keluar dan cari tempat yang tinggi dan aman.
·         Waspada Tsunami
·         Persiapan Menghadapi Tsunami
·         Ketika Terjadi Tsunami
·         Setelah Terjadi Tsunami
1.      Periksa kesediaan makanan. Makanan apapun yang terkena air mungkin sudah tercemar dan harus dibuang.
2.      Memberikan bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan P3K dan panggil bantuan. Jangan pindahkan orang yang terluka, kecuali yang luka serius.
3.      Segera membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk kembali ke rumah tidak memungkinkan.
4.      Pastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi tsunami susulan sebelum kembali ke rumah. Bila keadaan rumah tidak memungkinkan untuk ditempati carilah tempat tinggal yang bisa ditempati atau kembali ke tempat pengungsian.

2.      Cara Penanggulangan Tsunami
Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana tsunami adalah :
a)      Melaksanakan evakuasi secara intensif.
b)      Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
c)      Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
d)     Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian logistik yang diperlukan.
e)      Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
f)       Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
g)      Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula dengan tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
h)      Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.

3.      Upaya Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami
Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat.Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.
a)      Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
b)      Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
c)      Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
d)     Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
e)      Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
f)       Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
g)      Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.
D.    Historis Tsunami
a)      1 November 1755, setelah gempa bumi kolosal menghancurkan Lisbon, Portugal dan pegunungan di Eropa, orang menyelamatkan diri dengan menggunakan perahu. Namun Tsunami akhirnya menyusul. Peristiwa mengerikan secara bersamaan tersebut membunuh lebih dari 60 ribu orang.
b)      27 Agustus 1883, letusan gunung Krakatau memicu terjadinya tsunami yang menenggelamkan 36 ribu orang Indonesia yang berada di pulau Jawa bagian barat dan utara Sumatera. Kekuatan gelombang mendorong 600 ton blok terumbu karang menuju tepi pantai bersama dengan arus tsunami yang besar.
c)      15 Juni 1896, gelombang setinggi 30 meter, disebabkan oleh gempa bumi menyapu pantai timur Jepang. Sebanyak 27 ribu orang menjadi korban.
d)     1 April 1946, tsunami April Fool, dipicu sebuah gempa yang terjadi di Alaska, membunuh 159 orang, dan kebanyakan berada di kepulauan Hawaii.
e)      9 Juli 1958, diingat sebagai tsunami terbesar yang pernah dicatat oleh masa modern, Gempa di Teluk Lituya Alaska disebabkan oleh tanah longsor yang awalnya dipicu oleh gempa bumi berskala 8,3 skala richter. Gelombang sangat tinggi, tetapi karena wilayah tersebut relatif terisolasi dan kondisi geologinya unik maka tsunami tidak menyebabkan banyak kerusakan. Tapi hanya menenggelamkan satu perahu dan membunuh dua orang.
f)       22 Mei 1960, salah satu gempa besar yang tercatat manusia terjadi di Chile sebesar 8,6 skala richter, menciptakan tsunami yang menerjang pantai Chile dalam waktu kurang dari 15 menit. Gelombang setinggi 25 meter membunuh  1500 orang di Chile dan Hawaii, menjadi tsunami yang cukup besar.
g)      27 Maret 1964, dikenal sebagai gempa bumi Good Friday Alaska, dengan kekuatan sekitar 8,4 skala richter menggulung dengan kecepatan 400 mil per jam tsunami di Valdez Inlet dengan ketinggian 6,7 meter, membunuh lebih dari 120 orang. Sepuluh orang yang menjadi korban di kota Crescent, di utara California, yang sempat menyaksikan gelombang setinggi 6,3 meter.
h)      23 Agustus 1976, sebuah tsunami di barat daya Filipina membunuh 8 ribu korban jiwa akibat gempa bumi yang terjadi 30 menit setelah adanya gempa.
i)        17 Juli 1998, sebuah gempa berkekuatan 7,1 skala richter menyebabkan tsunami di Papua Nugini yang membunuh 2200 orang dengan sangat cepat.
j)        26 Desember 2004, gempa kolosal dengan kekuatan 9,1 dan 9,3 skala richter setinggi 3,5 meter mengguncang Indonesia dan membunuh 230 ribu jiwa, sebagian besar karena tsunami. Gempa tersebut dinamakan sebagai gempa Sumatera-Andaman dan tsunami yang terjadi kemudian dikenal sebagai tsunami lautan Hindia. Gelombang yang terjadi menimpa banyak belahan dunia lain, sejauh hingga Nova Scotia dan Peru.
k)      2006 – 17 JuliGempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau JawaIndonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan berasal dari selatan kota Ciamis
l)        2007 – 12 September, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.
m)    2010 – 27 FebruariSantiagoChili, yang memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
n)      2010 – 26 OktoberKepulauan Mentawai, Indonesia, yang meluluh-lantahkan sebagian besar kepulauan Mentawai dan memakan banyak korban jiwa.



Tabel Kejadian Tsunami Yang Signifikan di Indonesia
No.
Tahun
Tempat
Magnituda
Korban
1.
1883
G.Krakatau
36.000
2.
1833
Sumbar, Bengkulu, Lampung
8,8
Tak tercatat
3.
1938
Kep. Kai – Banda
8,5
Tak tercatat
4.
1967
Tinambung
58
5.
1968
Tambu, Sulteng
6
200
6.
1977
Sumbawa
6,1
161
7.
1992
Flores
6,8
2.080
8.
1994
Banyuwangi
7,2
377
9.
1996
Toli – toil
7
9
10.
1996
Biak
8,2
166
11.
2000
Banggai
7,3
50
12.
2004
Nanggroe Aceh Darussalam
9
250.000

E.     Standar Minimum Kebutuhan Pasca Bencana
  1.  Standar Minimum Yang Umum Untuk Semua Jenis Kebutuhan Dalam Penanggulangan Bencana
a)      Partisispasi
Semua masyarakat yang terkena dampak harus berpartisipasi dalam membuat, menilai, melaksanakan, monitoring dan evaluasi program bantuan.
b)     Penilaian awal
Penilaian memberikan pemahaman tentang situasi bencana dengan jelas, analisis ancaman terhadap kehidupan, martabat, kesehatan dan mata pencaharian. Dikonsulatasikan dengan instansi terkait apakah diperlukan respon eksternal atau tidak, jika ya, bagaimana sifat respon tersebut.
c)      Respon.
Suatu respn kemanusiaan diperlukan dalam situasi dimana pihak berwenang tidak mampu dan atautidak mau menanggapi kebutuhan akan perlindungan dan kebutuhan penduduk.
d)     Penargetan
Bantuan kemanusiaan untuk layanan yang disediakan secara adil dan tidak memihak berdasarkan kerentanan dan kebutuhan individu dan kelompok yang pengaruhi oleh bencana.
e)      Monitoring
Efektifitas program dalam menanggapi masalah diidentifikasikan dan dipantau terus dengan maksud menigkatkan program.
f)       Evaluasi
Untuk menigkatkan kebijakan dan akuntabilitas.
g)      Kompetensi relawan
Relawan harus memiliki kualifikasi yang tepat, sikap dan pengalaman untuk merencanakan dan melaksanakan program secara efektif.
h)     Pengawasan, manajemen dan support personil
Relawan harus mau menerima pengawasan dan dukungan untuk memastikan pelaksanaan program bantuan kemanusiaan yang efektif.

  1. Standar Pokok Minimum Kebutuhan Pada Situasi Bencana
a)      Air , sanitasi, promosi kesehatan
b)      Ketahanan pangan, gizi
c)      Bantuan pangan
d)     Shelter, pemukiman dan produk non makanan
e)      Pelayanan kesehatan

  1. Standar Minimal Kebutuhan Air, Sanitasi. (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah

Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi
Standar Minimal : Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
a)      Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya.
b)      Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
c)      Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
d)     Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
e)      Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan manula)
f)       Kemampuan dan sumber daya setempat


Kebijakan Dalam Bidang Sanitasi :
Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.
a)      Pengadaan Air
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan danakibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.
Tolok ukur kunci
1)      Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari
2)      Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3)      Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4)      1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
5)      Waktu antri disebuah sumber air tidak lebih dari 15 menit.
6)      Untuk mengisi wadah 20 liter tidak lebih dari 3 menit

b)     Kualitas air
Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabkan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.
Tolok ukur kunci ;
1)      Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter.
2)      Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
3)      Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU).
4)      Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalamjangka waktu yang telah irencanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.


c)      Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
1)      Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup.
2)      Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3)      Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.
4)      Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

d)     Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapansaja diperlukan, siang ataupun malam.
Tolok ukur kunci :
1)      Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang.
2)      Penggunaan jamban diatur  perumah tangga dan menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan).
3)      Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
4)      Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat-pusat layanan kesehatan dsb.
5)      Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter darisumber air bawah tanah.
6)      Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
7)      Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, sungai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/ jaga untuk 6–10 orang.

e)      Pengelolaan Limbah Padat
1)      Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.
2)      Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
3)      Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa, dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.
4)      Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
5)      Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untuk membuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
6)      Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
7)      2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang.
8)      Tempat/lubang Sampah Padat Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif.

Tolok ukur kunci :
1)      Tidak satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2)      Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

f)       Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)
Sistem pengeringan : Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber– sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis.
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
1)      Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan/ sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman.
2)      Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
3)      Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan sanitasi tidaktergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

  1. Standar Minimum Dalam Bantuan Pangan
Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang disediakan oleh dapurumum. Bantuan pangan bagi kelompok rentan diberikan dalam bentuk khusus.
Standar minimal bantuan :
a)      Bahan makanan berupa beras 400 gram perorang perhari atau bahan makanan pokok lainya dan bahan lauk pauk.
b)      Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali makan dalam sehari.
c)      Besarnya bantuan makan setara dengan 2100 kalori/orang/hari, 10-20% dari total energi tersedia dari protein, 17% dari total energi disediakan oleh lemak.
d)     Asupan mikronutrien dapat diperoleh dari makanan segar.

Tahapan Penanggulangan masalah gizi dipengungsian adalah sebagai berikut :
1.)    Tahap Penyelamatan
Fase ini maksimum selama 5 hari. Fase ini bertujuan memberikan makanan kepada masyarakat agar tidak lapar.
Sasarannya adalah seluruh pengungsi, dengan kegiatan :
§  Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin.
§  Pendataan awal , jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur.
§  Penyelenggaraan dapur umum (merujuk ke Depsos), dengan standar minimal.
2.)    Fasse kedua (fase II) adalah saat :
§  Setiap orang diperhitungkan menerima ransum senilai 2.100 Kkal, 40 gram lemak dan 50gram protein per hari.
§  Diusahakan memberikan pangan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan setempat, mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan.
§  Harus memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
§  Mendistribusikan ransum sampai ditetapkannya jenis intervensi gizi berdasarkan hasil data dasar (maksimum 2 minggu)
§  Memberikan penyuluhan kepada pengungsi tentang kebutuhan gizi dan cara pengolahanbahan makanan masing–masing anggota keluarga.
3.)    Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini dimulai selambat–lambatnya pada hari ke 20 di tempat pengungsian.
Kegiatan :
1.      Melakukan penapisan (screening) bila prevalensi gizi kurang balita 10–14.9% atau 5–9.0% yang disertai dengan factor pemburuk.
2.      Menyelenggarakan pemberian makanan tambahan sesuai dengan jenis intervensi yang telah ditetapkan pada tahap 1 fase II (PMT darurat/Ransum, PMT darurat terbatas serta PMT terapi).
3.      Melakukan penyuluhan baik perorangan atau kelompok dengan materi penyuluhan sesuai dengan butir.
4.      Memantau perkembangan status gizi melalui surveilans.
5.      Melakukan modifikasi/perbaikan intervensi sesuai dengan perubahan tingkat kedaruratan :
§  Jika prevalensi gizi kurang > 15% atau 10–14% dengan factor pemburuk, diberikan paket pangandengan standar minimal per orang perhari (ransum), dan diberikan PMT darurat untuk balita, ibu hamil ibu meneteki dan lansia serta PMT terapi bagi penderita gizi buruk. Ketentuan kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar ransum.
§  Jika prevalensi gizi kurang 10–14.9% atau 5–9.9% dengan factor pemburuk diberikan PMTdarurat terbatas pada balita, ibu hamil, ibu meneteki dan lansia yang kurang gizi serta PMT terapi kepada penderita gizi buruk.
§  Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa factor pemburuk atau < 5% dengan factor pemburuk maka dilakukan penganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan setempat.

  1. Standar Minimum Dalam Bantuan Pendidikan (terutama promosi kesehatan)
Standar minimum pendidikan dalam keadaan darurat terutama menyebarkan pesan – pesan kunci yang berfungsi untuk menopang kehidupan, struktur penawaran, stabilitas dan harapan untuk masa depan selama masa krisis, khususnya untuk anak- anak dan remaja. Pendidikan dalam keadaan darurat juga membantu untuk menyembuhkan rasa takut dari pengalaman buruk, membangun keterampilan dan konflik resolusi dukungan dan perdamaian.

  1. Standar Minimum Pelayanan Kesehatan
a.       Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana didasarkan pada penilaian situasi awal serta datainformasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk mencegah pertambahan/menurunkan tingkat mekatian dan jatuhnya korban akibat penyakit melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Tolok Ukur :
1)        Puskesmas setempat, Puskesmas Pembantu, Bidang Desa dan Pos kesehatan yang ada.
2)        Bila mungkin, RS Swasta, Balai pengobatan Swasta, LSM Lokal maupun LSM Internasional yang terkait dengan bidang kesehatan bekerja sama serta mengkoordinasikan upaya–upaya pelayanan kesehatan bersama.
3)        Memakai standar pelayanan puskesmas.
4)        Dalam kasus–kasus tertentu rujukan dapat dilakukan melalui system rujukan yang ada.
5)        1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
6)        1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang

b.      Kesehatan Reproduksi
Kegiatan yang harus dilaksanakan pada kesehatan reproduksi adalah :
1)      Keluarga Berencana (KB)
2)      Kesehatan Ibu dan Anak antara lain : Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas. Pelayanan pasca keguguran.
3)      Deteksi Dini dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS
4)      Kesehatan Reproduksi Remaja
c.       Kesehatan Jiwa
Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan sampai ketingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kewenangan petugas disetiap jenjang pelayanan. Penanggulangan penderita stress paska trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun petugas pemerintah ditingkat desa dan atau kecamatan, Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu :
1. Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang)
2. Ahli Psikologi
3. Kader masyarakat yang telah dilatih.

  1. Standar Minimum Pencegahan Penyakit Menular.
a.       Vaksinasi
Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam kekeadaan darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin, peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menunda–nunda lagi.
b.      Manajemen Kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar risiko–risiko lebih jauh terhindarkan, termasuk kematian.
c.       Surveilans
Surveilans dilakukan terhadap beberapa penyakit menular.
  1. Standar Minimal Ketenagaan
Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan pengungsi antara 10.000 – 20.000:
a.       Pekerja kesehatan lingkungan 10 – 20 orang
b.      Bidan 5 – 10 orang
c.       Para medis 4 – 5 orang
d.      Dokter 1 orang
e.       Asisten Apoteker 1 orang
f.       Teknisi Laboratorium 1 orang
g.      Pembantu Umum 5 – 10 orang
h.      Pengawas Sanitasi 2 – 4 orang
i.        Asisten Pengawas Sanitasi 10 –20 orang

  1. Standar Minimal Penampungan Keluarga (shelter)
Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang cukup untuk melindungi mereka dari dampak–dampak iklim yang dapat membahayakan mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi syarat kesehatan (hangat, berudara segar, aman dan memberi keleluasaan pribadi) demi menjamin martabat dan kesejahteraan mereka.
Tolok ukur kunci :
a.       Ruang tertutup yang tersedia per orang rata–rata berukuran 3,5 hingga 4,5 meter persegi.
b.      Dalam iklim yang hangat dan lembap, ruang–ruang itu memungkinkan aliran udara optimaldan melindungi penghuninya dari terik matahari secara langsung.
c.       Bila iklim panas dan kering, bahan–bahan bangunannya cukup berat untuk memastikan kapasitas pelepasan panas yang maksimal. Kalau yang tersedia hanya tenda–tenda atau lembaran–lembaran plastik saja, pertimbangkan penyediaan atap berganda atau lapisan pelepas panas.
d.      Dalam udara dingin, bahan dan kontruksi ruang memastikan pengaturan udara yang optimal.
e.       Suhu yang nyaman bagi para pengguni diperoleh dengan cara penyekatan dipadukan dengan pakain hangat, selimut, tempat tidur, dan konsumsi kalori yang cukup.

  1. Standar Minimal Sandang
Para pengungsi, termasuk masyarakat setempat, memiliki cukup selimut, pakaian, dan alas kaki untuk melindungi mereka dari iklim dan menjamin martabat serta kesejahteraan mereka.
Tolok ukur kunci :
a.       Para pengungsi dan penduduk setempat memiliki akses guna memperoleh selimut yang cukup.
b.       Laki–laki dan anak–anak lelaki usia 14 tahun ke atas memiliki satu set sandang lengkap,dengan ukuran yang cukup pas, cocok dengan budaya, cuaca, dan iklim setempat.
c.       Perempuan serta anak–anak perempuan usia 14 tahun ke atas memiliki 2 set pakaian lengkap, termasuk pakaian dalam yang baru, dengan ukuran yang cukup pas, cocok denganbudaya, iklim, dan cuaca setempat. Mereka memperoleh pembalut yang cukup secara teratur setiap bulan.
d.      Anak – anak usia 2 sampai 14 tahun memiliki satu set pakaian dengan ukuran yang cukup
e.       pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat, menurut jenis kelamin masing–masing.
f.       Anak –anak sampai usia 2 tahun memiliki 1 handuk badan, 1 handuk muka, 1 syal bayi, 2set pakaian lengkap, 6 popok dengan peniti, sabun bayi, minyak bayi, dan 3 celana plastik. Alternatifnya ini dipasok sebagi modul.
g.      Perlengkapan yang sesuai dengan budaya setempat untuk memakamkan jenazah disediakan.
h.      Terdapat perencanaan untuk mengganti selimut dan pakaian dengan yang baru sesudah masa pemakaian tiga tahun.
i.        Semua orang memperoleh alas kaki bila perlu.

  1. Standar Kebutuhan Rumah Tangga
Tiap keluarga memiliki akses terhadap piranti rumah tangga, sabun untuk menjaga kebersihan pribadi dan peralatan lain yang diperlukan.
Tolok ukur kunci :
a.       Keluarga – keluarga pengungsi maupun tuan rumah memiliki piranti yang pokok: 1 panci tertutup, 1 baskom, 1 pisau dapur, 2 sendok kayu, 2 alat pengambil air yang berkapasitas antara 1 sampai 20 liter, ditambah alat penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter.
b.      Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok logam, 1 cangkir.
c.       Tiap orang mendapatkan sabun ukuran 250 gram per bulan.
d.      Terdapat perencanaan untuk mengganti alat – alat yang tahan lama dengan yang baru sesudah jangka waktu pemakaian 3 bulan.
e.       Tiap keluarga memperoleh akses terhadap alat–alat dan bahan–bahan yang sesuai untuk kegiatan mencari nafkah, sesegera mungkin.
f.       Alat–alat dan bahan–bahan yang dipasok dianggap pantas oleh penerimanya dan mereka sudah terbiasa menggunakannya, dengan tingkat teknologis yang setara dengan piranti mereka sebelum terlanda musibah. Barang–barang itu juga sesuai dengan kondisi–kondisi pemanfaatannya.

F.     Perhitungan Manajemen Bencana Tsunami
Kasus Tsunami Mentawai, 26 Oktober 2010
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pengungsi akibat bencana tsunami di Mentawai berjumlah 15.353 jiwa. Maka perhitungan untuk kebutuhan air, prasarana, jamban, pengolahan limbah padat, kebutuhan makanan, pelayanan kesehatan, jumlah tenaga, tempat penampungan keluarga, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan rumah tangga :
1.      Kebutuhan Air
a.       Persediaan air harus cukup untuk member sedikit-dikit 15 liter/orang/hari, oleh karena itu kebutuhan air untuk pengungsi Mentawai adalah :
15.353 orang x 15 liter/orang/hari = 230.295 liter/hari
b.      Satu kran air untuk 80-100 orang
15.353 orang : 100 orang/kran = 154 kran
2.      Prasarana
a.       Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram/bulan
250 gram/orang/bulan x 15.353 orang  = 3.838.250 gram/bulan => 8,3gram/orang/hari x 15.353 orang = 127.942 gram/hari
b.      Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air dipakai paling banyak 100 orang.
15.353 orang : 100 orang/bak air = 154 bak air
3.      Penggunaan Jamban
Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang.
15.353 orang : 20 orang/jamban = 768 jamban
4.      Pengelolaan Limbah Padat
2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang.
15.353 orang : 50 orang/drum sampah = 307 drum sampah
5.      Kebutuhan Pangan
Bahan makanan berupa beras 400 gram perorang perhari atau bahan makanan pokok lainya dan bahan lauk pauk.
400 gram/orang/hari x 15.353 orang = 6.141.200 gram/orang/hari
                                                              = 6.141,2 kg/orang/hari
6.      Pelayanan Kesehatan
1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang
Karena jumlah pengungsi sebanyak 15.353 orang, maka hanya membutuhkan 1 pusat kesehatan dan 1 pusat rumah sakit.
7.      Kebutuhan Tenaga Medis
Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan pengungsi antara 10.000 – 20.000:
a.       Pekerja kesehatan lingkungan 10 – 20 orang
b.      Bidan 5 – 10 orang
c.       Para medis 4 – 5 orang
d.      Dokter 1 orang
e.       Asisten Apoteker 1 orang
f.       Teknisi Laboratorium 1 orang
g.      Pembantu Umum 5 – 10 orang
h.      Pengawas Sanitasi 2 – 4 orang
i.        Asisten Pengawas Sanitasi 10 –20 orang
8.      Kebutuhan Rumah Tangga
Keluarga – keluarga pengungsi maupun tuan rumah memiliki piranti yang pokok: 1 panci tertutup, 1 baskom, 1 pisau dapur, 2 sendok kayu, 2 alat pengambil air yang berkapasitas antara 1 sampai 20 liter, ditambah alat penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter. Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok logam, 1 cangkir.
15.353 orang : 5 orang/kk = 3.070 kk
Berarti ada 3.070 panci tertutup, 3.070 baskom, 3.070 pisau dapur, 3.070 alat penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter, 6.140 sendok kayu, 6.140 alat pengambil air kapasitas 20 liter dan 15.353 pising makan, sendok logam dan cangkir.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada 25 Oktober 2010, pukul 21:09:22 WIB terjadi gempa bumi dengan magnituda Mw 7,7 mengguncang Kepulauan Mentawai, Suma­tera Barat. Gempa bumi ini berpusat di lepas pantai baratdaya Pulau Pagai, pada koordinat 3,484° Lintang Selatan dan 100,114° Bujur Timur dengan kedalaman 20,6 km di bawah dasar laut (USGS, 2010).
Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana tsunami adalah :
a.       Melaksanakan evakuasi secara intensif.
b.      Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
c.       Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
d. Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian logistik yang diperlukan.
e.       Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
f.       Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
g.      Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula dengan tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
h.      Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.
B.     Saran
1.      Untuk  mengatasi terjadinya Tsunami harus perlu pengadaan penanaman pohon bakau dan penanaman hutan Nipa.
2.      Di harapkan masyarakat peduli terhadap lingkungan terutam ekosistem pantai
3.      Kurangi pengambilan batu karang dan pasir pantai serta reklamasi pantai.


DAFTAR PUSTAKA

-          Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia : Nomor : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah
-          Jurnal Penanggulangan dan Bencana Geologi, Vol. 1 No. 3 Desember 2010 : 165-181. Jejak tsunami 25 Oktober 2010 di Kepulauan Mentawai berdasarkan kebumian dan wawancara. Oleh Yudicara dkk.


 

No comments:

Post a Comment