LAPORAN
PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR - B
“PEMBUATAN
KLOSED (LEHER ANGSA)”
DISUSUN OLEH KELOMPOK A
:
GRIFKY
FEBIAN LASATIRA
711335113020
KEMENTERIAN KESEHATAN
RI
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES MANADO
JURUSAN KESEHATAN
LINGKUNGAN
2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan mata kuliah Pengolahan
Limbah Cair - B dengan judul “Pembuatan Klosed (Leher Angsa)”
telah disetujui dan ditandatangani oleh dosen pembimbing.
MENGETAHUI :
Dosen
Pembimbing I Dosen
Pembimbing II
Tony Kurtis Timpua, S.Pd, M.Kes Jasman, S.Pd, M.Kes
NIP : 195808131985031004 NIP. 196709071991011001
Dosen
Pembimbing III
Robinson
Pianaung, S.Pd, MPH
NIP
: 19607307091985031003
Instruktur
Junaidi
Maase, AMKL
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas hikmatnya
sehingga laporan “Pembuatan
Klosed (Leher Angsa)” guna
memenuhi tugas mata kuliah Pengolahan Limbah Cair – B.
Dalam
menyelesaikan laporan ini penulis mengalami begitu banyak hambatan, namun
berkat adanya hubungan timbal balik yang baik dari pembimbing praktek, sumber
informasi yang sangat berguna dari beberapa sumber akhirnya laporan ini bisa
selesai dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Tony Kurtis Timpua, S.Pd, M.Kes
selaku dosen pembimbing dalam praktek ini
2. Bapak Jasman, S.Pd, M.Kes, selaku
dosen pembimbing dalam praktek ini.
3. Bapak Robinson Pianaung, S.Pd, MPH, selaku dosen
pembimbing dalam praktek ini.
4. Ka Junaidi Maase, AMKL, selaku instruktur
dalam praktek ini.
5. Teman-Teman Kelompok A yang telah
bersama-sama mengikuti dan menyusun laporan praktek ini.
Dengan
rendah hati penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis peroleh sampai saat ini oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
terciptanya kesempurnaan laporan ini.
Akhir
kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Manado, Maret 2016
Penyusun,
Kelompok A
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………...........i
KATA PENGANTAR ………………………………………………….....ii
DAFTAR ISI …………………………………………………....iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
………………………………………………......1
B.
Tujuan …………………………………………………....2
C.
Waktu Dan Lokasi Pelaksanaan ......………………………………......2
BAB II DASAR TEORI
A.
Pengertian Jamban ................……………………….........….........3
B. Macam-Macam Jamban Dan Cara
Pembuatannya........…......…………..4
C. Faktor-Faktor
Dalam Metode Pembuangan Tinja...………………….......8
D. Persyaratan Sarana Pembuangan Tinja Yang Saniter...............................12
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.
Alat Dan Bahan …………...………………………………..........….14
B.
Prosedur Kerja ……...…………………………………………......15
C. Hasil
Praktikum ….......……………………………………...................…...18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………..........19
B.
Saran ………………………………………..………........19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kesehatan
merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya
Manusia. Oleh karena itu kesehatan perlu
dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang
merugikannya. Derajat Kesehatan dipengaruhi oleh
banyak faktor : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor
lingkungan dan perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan adalah keadaan pemukiman/perumahan, tempat kerja,
sekolah dan tempat umum, air dan udara bersih, juga teknologi, pendidikan,
sosial dan ekonomi. Sedangkan perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari
seperti: pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya
kesehatan, (Depkes RI,2009)
Ekskreta
manusia merupakan sumber infeksi dan merupakan salah satu penyebab terjadinya
pencemaran lingkungan. Bahaya
terhadap kesehatan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah
pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan
lalat. Kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat menjadi sumber infeksi. Kotoran
tersebut mengandung agens penyakit yang dapat ditularkan pada pejamu baru
dengan perantara lalat, (Candra, 2006)
Masalah
pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok karena kotoran manusia
(faces) adalah sumber penyebaran
penyakit multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja
manisia antara lain tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang, pita), schistosomiasis,
(Notoatmodjo, 2007)
Pembuatan
jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat
lingkungan tempat hidup sehat. Dalam
pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak menimbulkan
bau yang tidak sedap. Penduduk Indonesia yang menggunakan jamban sehat (WC)
hanya 54 % saja padahal menurut studi menunjukkan bahwa penggunaan jamban sehat
dapat mencegah penyakit diare sebesar 28% demikian penegasan Menteri Kesehatan
dr. Achmad Sujudi, September 2004, (Depkes RI,2009).
B.
Tujuan
Untuk memberikan keterampilan bagi seluruh mahasiswa
kesehatan lingkungan tentang cara membuat jamban dengan tipe leher angsa yang
memenuhi syarat kesehatan, mudah dan biaya murah.
C. Waktu Dan Lokasi Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 26 Maret 2016
Waktu : 13.00
WITA-Selesai
Lokasi Pelaksanaan : Kampus
Kesehatan Lingkungan
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian
Jamban
Jamban
adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang
terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa
leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air
untuk membersihkannya serta mempunyai persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :
a.
Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban
terlindungi dari panas dan hujan, serangga serangga dan binatang-binatang lain,
terlindung dari pandangan orang (privacy)
dan sebagainya
b.
Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat tempat
terpijak yang kuat.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang
tidak mengganggu pandangan,
tidak menimbulkan bau.
d.
Sedapat mungkin disediakan alat
pembersih seperti air atau kertas pembersih.
Syarat-syarat
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban adalah sabagai berikut (Arif, 2009) :
a.
Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber-sumber air minum, dan permukaan
tanah yang ada disekitar jamban;
b.
Menghindarkan berkembangbiaknya/tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah;
c.
Tidak memungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga
lain;
d.
Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan
yang tidak menyedapkan;
e.
Mengusahakan kontruksi yang
sederhana, kuat dan murah;
f.
Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima
masyarakat setempat.
B.
Macam-Macam Jamban Dan
Cara
Pembuatannya
Ada
beberapa macam jamban yang sesuai dengan konstruksi dan cara pembuatannya (ada
4 macam) jamban: (Entjang,
2000)
a. Kakus cemplung
Bentuk
kakus ini adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan pada masyarakat. Nama ini dipakai bila orang
menggunakan kakus jenis ini (membuang kotorannya kekakus semacam ini), maka
kotorannya langsung
masuk jatuh kedalam tempat penampungan kotoran yang dalam bahasa jawanya Nyemplung.
Kakus
cemplung ini hanya terdiri dari sebuah lubang galian diatasnya diberi lantai
dan tempat jongkok, sedang dari tempat jongkok kelubang galian tidak terdapat
alat apapun sebagai penyalur maupun penghalang.
Lubang galian terdapat penampungan
itu sendiri dapat tanpa diberi pasangan tembok, atau ditembok seluruh bagian
dalamnya termasuk dasarnya, sehingga kakus ini bernama kakus cemplung, dapat
disebut juga beerput (bila seluruh
bagian dalam tempat penampungan itu termasuk dasarnya ditembok), dapat juga
disebut zink-put (bila sisi-sisinya
saja yang ditembok, sedang dasarnya tidak).
Lantai
kakus ini pun dapat dibuat dari bambu atau kayu , tapi dapat juga dari pasangan
batu bata atau beton. Agar tidak menjadi sarang dan makanan serangga penyebar
penyakit, maka lubang tempat jonkk harus ditutup bila tidak dipakai.Kakus
semacam ini masih menimbulkan gangguan karena bau
busuknya.
Cara pembuatannya:
1)
Bat sebuah galian yang berukuran 0,8 m x 0,8 x 3 m.
2)
Atau bila berbentuk silinder diameternya 0,8 m x 3 m,
buatlah lantai dari bambu atau kayu yang ukurannya disesuaikan dengan leher galian tadi yang
selanjutnya dipasang diatasnya. Bila dikehendaki lantai tersebut dari pasangan
bata, maka setelah lubang digali langsung dikerjakan pasangan bata.
3)
Buat tutup atau lubang tempat jongkok.
4)
Buat bangunan rumah kakusnya, boleh dari bambu atau kayu
serat bilik dan atasnya dari genting, tapi dapat pula dengan pasangan bata. Ini
tergantung dari kemampuan orangnya.
b. Kakus Plengsengan
Plengsengan berasal dari bahasa Jawa (mlengseng) berarti miring.nama itu
dipakai karena dari lubang tempat jongok ketempat penampungan kotoran
dihubungkan oleh suatu saluran yang miring (mlengseng).Jadi
tempat jongkok dari kakus ini dibuat/diletakkan persis diatas penampungan,
melainkan agak menjauh disampingnya. Juga kakus ini dapat disebut beerput ataupun zinkput,
bila ita memperhatikan konstrusi tempat penampungan kotorannya (lihat kakus
cemplung).
Kakus
semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan dari pada kakus cemplung,
karena baunya agak berkurang, dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin (tidak
ada bahaya kejeblos/terperosok).
Seperti
halnya pada kakus cemplung, maka lubang dari tempat jongkok harus dibuatkan
tutup.
Cara pembuatannya
Sama
seperti kakus cemplung, hanya lantai kakus tidak dibuat diatas tempat
penampungan, dan harus memasang saluran yang menghubungkan lubang tempat
jongkok dan lubang penampungan kotoran.
Pembuatan
kakus cemplung dan kakus plengsengan tidak mengalami kesukaran bila itu
diselenggarakan disuatu daerah dimana permuakaan air tanah berada jauh dibawah permukaan tanah,
demikian juga daerah yang tidak merupakan daerah banjir diwaktu hujan. Bila penyelenggaraannya berada
didaerah yang permukaan air tanahnya dekat sekali dengan permukaan tanah atau
yang merupakan daerah banjir diwaktu hujan kita harus selalu selalu ingat bahwa
lantai dan tempat jongkok harus ditinggikan dan berada diatas permukaan air
setinggi waktu banjir. Bagi daerah yang susunan tanahnya
mudah runtuh, maka kita tidak hanya membuat gakian biasa untuk tempat
penampungan kotoran, tetapi haru mempergunakan selonsong bambu dibagian dalam
dari lubang galian itu, atau ditembok sisi-sisinya.
c.
Kakus Bor
Dinamakan
demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan bor.
Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut boor aunger dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu
lubang itu harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada kakus
cemplung atau plengsengan, karena diameter kakus bor ini jauh lebih kecil.
Pengeboran pada umumya dilakukan sampai mengenai air tanah. Perlengkapan
lainnya dan cara mempergunakan, dapat pula diatur seperti pada kakus cemplung
dan kakus plengsengan.
d. Kakus Angsatrine (Water
Seal Laterine)
Kakus ini,
dibawak tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasangkan suatu alat yang
berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl
ini berfungsi mencegah timbulnya
bau. Kotoran yang berada ditempat penampungan tidak tercium baunya, karena
terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung, dengan
demikian juga dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran. Karena dapat mencegah gangguan lalat
dan bau, maka memberikan keuntungan untuk dibuat didalam rumah.Agar terjaga
kebersihannya, kakus semacam ini harus cukup tersedia air.
Cara pembuatannya
1) Buat lubang galian dengan ukuran dan cara seperti kakus cemplung.
2) Buat selongsong atau temboklah sisi-sisi dalam dari lubang
galian tersebut bila tanahnya mudah runtuh.
3) Pasang slab yang sudah jadi.
4) Buat rumah kakusnya atau pasanglah rumah kakusnya bila telah
dipersiapkan secara tersendiri.
5) Kapur rumah kakus tersebut terutama bagian dalam.
C.
Faktor-Faktor
Dalam
Metode
Pembuangan
Tinja
Adapun
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam metode pembuangan tinja antara lain
faktor non teknis (Ricki, 2005).
a.
Faktor teknis meliputi:
1) Faktor dekomposisi ekskreta manusia
Fenomena
terjadinya dekomposisi ekskreta manusia memegang peranan yang amat penting
dalam perencanaan sistem sarana pembuangan tinja. Banyak sarana pembuangan tinja direncanakan kapasitas serta prinsip
kerjanya dengan mendasarkan pada fenomena ini. Dekomposisi ekskreta yang
merupakan proses dan berlansung secara alamiah ini melaksanakan 3 aktivitas
utama :
a)
Pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein dan urea kedalam
bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan stabil.
b)
Pengukuran volume dan massa (kadang-kadang sampai mencapai 80%) bahkan yang
mengalami dekomposisi dengan menghasilkan gas-gas seperti methan, carbon
dioxide, ammonia, dan nitrogen yang dibebaskan ke atmosfir dan dengan
menghasilkan bahan-bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap
masuk dalam tanah.
c)
Penghancuran organisme pathogen yang
dalam beberapa hal tidak bertahan hidup dalam proses-proses dekomposisi atau
terhadap serangan kehidupan biologik yang sangat banyak terdapat dalam massa
yang mengalami dekomposisi. Bakteri
memainkan peranan utama dalam dekomposisi dan aktivitas bakteri baik aerobik
maupun anaerobik melansungkan proses dekomposisi ini.
2) Faktor kuantitas tinja manusia
Kuantitas
kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi setempat, bukan hanya
faktor physiologis, tetapi juga faktor-faktor budaya dan agama. Apabila di
suatu daerah tidak tersedia data hasil penelitian setempat maka keperluan
perencanaan dapat digunakan angka total produksi ekskreta 1 kg (berat bersih)
per orang/hari.
3) Faktor pencemaran tanah dan air tanah
Pada
penemaran tanah dan air tanah oleh ekskreta merupakan informasi penting yang
harus dipertimbangkan dalam perencanaan sarana pembuangan tinja, khususnya
dalam perencanaan lokasi kaitannya dengan sumber-sumber air minum yang
ada.Jarak perpindahan bakteri dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor, salah
satu faktor penting adalah faktor parositas tanah. Perpindahan bakteri air
tanah biasanya mencapai jarak kurang dari 90 cm, dan secara vertikal kebawah
kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap hujan lebat dan tidak lebih
dari 60 cm biasanya pada tanah yang poreus.
4) Faktor penempatan sarana air tinja
Tidak ada
aturan yang pasti untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan air minum,
sebab hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kemiringan dan ketinggian
air tanah serta permeabilitas tanah.
5) Faktor perkembangbiakan lalat pada ekskreta
Perlu
dihindarkan atau dicegah terjadinya perkembang biakan lalat pada tinja dalam
lubang jamban.Kondisi lubang jamban yang gelap dan tertutup sebenarnya sudah
dapat mencegah perkembang biakan lalat ini, baik karena kerapatannya maupun
karena sifat lalat yang phototropisme
positif (tertarik pada sinar dan menjauhi kegelapan atau permukaan yang gelap).
6) Faktor tutup lubang jamban
Harus
diupayakan adanya tutup lubang jamban yang dapat mendorong pemakai jamban untuk
memfungsikan sebagaiman mestinya.Dalam konstruksi yang sederhana mungkin hingga
pemakai tidak terlalu sulit untuk menggunakannya.
7) Faktor tekhnis engineering
Dalam
perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan tinja agar diupayakan:
a)
Penerapan pengetahuan tekhnik engineering,
misalnya dalam melakukan pemilihan tipe instalasi sesuai dengan kondisi lapisan
tanah yang ada.
b) Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat
melakukan penghematan biaya secara berarti, misalnya pengguanaan bambu untuk
penahan runtuhnya dinding lubang, untuk tulang penguat slab dan sebagainya.
c)
Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat
ditangani oleh pekerja setempat, juga tenaga terampil yang ada perlu
dimanfaatkan semaksimal mungkin.
b. Faktor non teknis:
a.
Faktor manusia
Dalam soal
pembuangan tinja, faktor manusia sama pentingnya dengan faktor tekhnis. orang
tidak akan mau menggunakan jamban dari tipe yang tidak disukainya atau yang
tidak memberikan privacy yang cukup
padanya, atau yang tidak dapat dipelihara kebersihannya. Tahap pertama dalam
perencanaan system pembuangan tinja disuatu daerah adalah perbaikan system yang
sudah ada. Pengembangan system tersebut
selanjutnya harus senantiasa mengupayakan pemberian/penciptaan privacy yang secukupnya bagi calon
pemakai. Aplikasi dari pada prinsip ini
adalah perlunya dilakukan pemisahan yang jelas antara ruang jamban untuk jenis
kelamin yang berbeda, perlunya disediakan jumlah ruang jamban yang cukup sesuai
dengan jumlah pemakai.Satu lubang jamban cukup untuk satu keluarga yang terdiri
dari 5 atau 6 orang. Jamban umum yang digunakan untuk perkemahan, pasar atau
tempat-tempat yang sejenisnya harus disediakan minimal 1 lubang untuk 15 orang
dan untuk sekolah 1 lubang jamban untuk 15 orang wanita dan satu lubang + 1
urinoir untuk 25 orang pria.
b. Faktor biaya
Jenis
jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga harus sederhana, dapat
diterima, ekonomis pembangunan, pemeliharaan serta penggantiannya. Faktor biaya
ini bersifat relatif, sebab system paling mahal pembuatannya dapat menjadi
paling murah untuk perhitungan jangka panjang, mengingat masa penggunaannya
yang lebih panjang karena kekuatannya serta paling mudah dan ekonomis dari segi
pemeliharaannya. Dalam perencanaan dan pemilihan tipe jamban, biaya tidak boleh
dijadikan faktor dominan. Perlu
dicarikan jalan tengah berdasarkan pertimbangan yang seksama atas semua unsure
yang terkait, yang dapat menciptakan lingkungan yang saniter serta dapat
diterima oleh keluarga.
D. Persyaratan Sarana Pembuangan Tinja Yang Saniter
Ada tipe
jamban dan sarana pembuangan tinja yang akan dipilih untuk dibangun atau diterapkan pada
masyarakat harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut (Ana, 2007) :
a)
Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan
b)
Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata air dan
sumur.
c)
Ekskreta tidak dapat dijangkau oleh lalat, ulat, kecoa dan anjing.
d)
Tidak terjadi penanganan ekskreta segar, apabila tidak dapat
dihindari, harus
ditekan seminimal mungkin.
e)
Harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap.
f) Metode yang digunakan harus sederhana serta murah dalam pembangunan dan
penyelenggaraan.
g)
Dapat diterima oleh masyarakat
BAB
III
KEGIATAN
PRAKTEK
A.
Alat Dan Bahan
a. Alat
-
Tropol/Sendok Semen
-
Mistar atau Meteran
-
Skop
-
Cangkul
-
Pahat
-
Gergaji
-
Ember
-
Pensil
-
Kuas
-
Martil
|
b.
Bahan
-
Semen
-
Pasir
-
Tanah Liat
-
Air
-
Koran/Kertas HVS
-
Cat
-
Tripleks
|
B.
Prosedur Kerja
a) Pembuatan
Mal Dari Tripleks (Mal Dasar Tumpuan)
·
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
Gergaji
tripleks dengan ukuran 50 x 40 cm dan gambar mal sesuai dengan ukuran yang
telah ditetapkan, kemudian tripleks tersebut dibuat garis tengah dengan membagi
dua bidang yang sama besar dengan menggunakan pensil dan mistar kemudian
dibuatkan titik pada garis tengah, panjang 3 cm dan bagian garis sebelahnya
dengan panjang 3 cm.
·
Buatlah
sketsa gambar dengan ukuran yang diinginkan dengan menggunakan pensil.
·
Setelah
permukaan tripleks tergambar sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, maka
siapkan gergaji dan potong bagian tepinya atau bagian yang diarsir pada batas
garis yang tersedia.
·
Setelah
pembuatan mall selesai dilanjutkan dengan pembuatan cetakan klosed/leher angsa
dari tanah liat.
b) Pembuatan
Cetakan Klosed/Leher Angsa
·
Siapkan
tanah liat yang berfungsi sebagai cetakan, bentuklah sesuai dengan sketsa yang
ada.
·
Kemudian
diaduk dengan menambahkan air dan padatkan (jangan terlalu lembek/cair) sampai
menjadi licin dengan bantuan tropol.
·
Letakkan
mal dasar (mal dari tripleks) pada meja kerja dengan posisi rata, kemudian
letakkan tanah liat di atas mal tripleks dan bentuklah cetakan tanah liat
tersebut sesuai sketsa yang ada.
·
Dengan
memperhatikan tinggi belakang sepatu 17 cm dan bagian tengah 10 cm dan bagian
depan 6 cm. Pada bagian atas sepatu 7 cm berbentuk bulat untuk meletakkan water
seal.
·
Setelah
permukaan tanah liat sudah licin dan berbentuk sesuai ukuran yang ada, maka
ambilah kertas (Koran/HVS) dan dibasahi kemudian dilapiskan pada permukaan
cetakan dari tanah liat yang telah terbentuk.
·
Penggunaan
kertas ini dimaksudkan untuk memudahkan pelepasan cetakan yang sudah terbentuk
dengan campuran spesi agar tidak menempel pada cetakan tanah liat.
·
Kalau
cetakan terbuat dari kayu atau fiber glass cukup dioles dengan oli bekas.
c) Pembuatan
Mal Water Seal
·
Siapkan
tanah liat dan bentuklah sesuai ukuran yang telah disiapkan.
·
Tanah
liat yang sudah dipadatkan dan bentuklah setengah lingkaran dengan ketebalan 7
cm. Pada bagian bawah dibagi dua ukuran yaitu ukuran A panjang 7 cm dan ukuran
B 5 cm kemudian dipotong dengan tebal 2 cm – 3 cm.
·
Setelah
water seal selesai dibentuk kemudian diletakkan di atas cetakan tanah liat yang
telah dilapisi dengan spesi, dan untuk mencegah water seal tidak goyah maka
ditahan dengan menggunakan sepotong tripleks ukuran 10 cm x 10 cm pada bagian
alasnya.
·
Tempelkan
cetakan water seal dengan kertas (Koran/HVS).
·
Setelah
itu mulailah untuk persiapkan pembuatan campuran semen dengan pasir (spesi).
d) Proses
Pembuatan Bowl/Leher Angsa
·
Ambil
pasir halus dan bebaskan dari kotoran lainnya dengan menggunakan ayakan.
·
Campurlah
pasir dengan semen perbandingan 1 : 2,5 = 1 bagian semen dan bagian 2,5 bagian
pasir serta tambahkan air secukupnya sehingga campuran menyatu tidak cair
(seperti ampas tebu) dengan bantuan skop.
·
Tempelkan
adonan campuran tersebut (spesi) pada cetakan tanah liat (sepatu) yang sudah
terbungkus dengan kertas setebal 2 cm – 3 cm dari dasar cetakan tanah liat
sampai menutupi seluruh permukaan cetakan.
·
Setelah
selesai, biarkan sampai mengeras 1-2 hari.
·
Klosed
yang sudah mengeras 1-2 hari kemudian dilepaskan dari cetakannya.
·
Untuk
melepaskan water seal dari cetakannya harus dengan hati-hati jangan sampai
pecah.
·
Periksa
kembali klosed yang sudah dilepaskan dari cetakannya apakah ada bocor pada
water seal atau tidak.
·
Apabila
ada bocor, tempelkan kembali spesi pada bagian yang bocor dan biarkan sampai
mengeras.
·
Setelah
klosed sudah mengeras, ambillah semen dan air secukupnya untuk dibuatkan
adonan/campuran, agar permukaan klosed/leher angsa menjadi licin dengan menggunakan
alat sendok semen atau tropol dan bisa juga menggunaka kuas.
·
Kemudian
rapikan bagian dalam bowl sehingga tidak kelihatan pori-porinya atau ada spesi
yang menonjol.
C.
Hasil Praktek
·
Mal Dari Tripleks Pembuatan
Cetakan Klosed dari Tanah Liat
Pembuatan Bowl/Leher Angsa |
Klosed Yang Siap Digunakan |
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Pembuatan
jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat
lingkungan tempat hidup sehat.
·
Jamban
adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang
terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa
leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air
untuk membersihkannya.
·
Penyediaan sarana pembuangan tinja
harus memenuhi kesehatan baik dari segi konstruksinya maupun estetika
.
B.
Saran
Sebaiknya mahasiswa lebih memperhatikan cara membuat
jamban sederhana dengan tipe leher angsa yang memenuhi syarat kesehatan agar
mempunyai keterampilan sehingga dapat dimanfaatkan atau diterapkan pada
masyarakat.
No comments:
Post a Comment